Jakarta–Separuh
perusahaan pembiayaan (multifinance) yang beroperasi di Indonesia
tengah mengalami kesulitan. Sejumlah indikatornya terlihat dari
penurunan pembiayaan dan perolehan labanya yang tumbuh minus. Ada 69
perusahaan multifinance yang pembiayaannya anjlok dan 86 perusahaan
pembiayaan laba merosot pada 2014. Bahkan, ada 23 perusahaan pembiayaan
mencatat kerugian akibat tak kuat menahan beban operasional maupun
kerugian nilai aset keuangan, sementara pendapatannya menurun.
Perusahaan-perusahaan yang labanya ludes terbakar juga umumnya mencatat
biaya operasi dibandingkan pendapatan operasi (BO/PO) di atas 100%.
Demikian salah satu hasil kajian Biro Riset InfoBank bertajuk “Rating
173 Multifinance versi Infobank 2015”. Menurut Eko B. Supriyanto,
Direktur Biro Riset Infobank, perusahaan-perusahaan pembiayaan yang
tahun lalu rapornya merah, tahun ini harus bekerja ekstra keras untuk
menahan penurunan kualitas aset dan biaya operasional yang tak bisa
dibendung, sementara pertumbuhan pembiayaan sulit diraih.
“Tahun ini masih banyak perusahaan berada di lampung kuning karena
mengalami tekanan berat akibat meningkatnya kerugian penurunan nilai
aset keuangan,” ujar Eko B. Supriyanto di Jakarta, Sabtu, 1 Agustus
2015.
Begitu juga bagi perusahaan-perusahaan pembiayaan yang indikator
keuangannya tumbuh tahun lalu, tapi menghadapi pasar yang terus
melambat, risiko penurunan aset pembiayaan, serta tekanan persaingan
yang makin keras. “Karena kue pasar stagnan bahkan makin menyusut untuk
pasar pembiayaan konsumen maupun leasing, perusahaan-perusahaan
multifinance harus memangsa pesaingnya agar bisa tumbuh,” imbuh Eko.
Bahkan, menurut Eko B. Supriyanto, industri multifinance tengah
memasuki masa kristalisasi dimana yang tak tahan akan dijual ke investor
baru dan bahkan terjadi “cuci gudang” direksi dan komisaris. ”Banyak
jual beli perusahaan multifinance, karena sekarang dari sisi pembiayaan
dari bank juga ketat sementara pasar lagi sepi,” lanjut Eko B.
Supriyanto.
Menurut hasil “Rating 173 Multifinance versi Infobank 2015” untuk
kategori perusahaan pembiayaan beraset Rp10 triliun ke atas ada tujuh
yang meraih predikat “sangat bagus”. Dari perolehan skor teratas secara
berurutan adalah
1) Summit Oto Finance,
2) Federal International
Finance
3) Oto Multiartha,
4) Astra Sedaya Finance,
5) Central Java
Finance,
6) Toyota Astra Financial Services, dan
7) Dipo Star Finance.
Untuk kelompok perusahaan pembiayaan beraset Rp5 triliun sampai
dengan di bawah Rp10 triliun ada sembilan peraih predikat “sangat
bagus”. Dari perolehan skor secara berurutan adalah
1) Clipan Finance
Indonesia,
2) BFI Finance Indonesia,
3) BCA Finance,
4) Mitra Pinasthika
Mustika Finance,
5) Orix Indonesia Finance,
6) Indomobil Finance
Indonesia,
7) Mandiri Tunas Finance,
8) Surya Artha Nusantara Finance,
dan
9) Mitsui Leasing Capital Indonesia.
Kelompok perusahaan pembiayaan beraset Rp1 triliun sampai dengan di
bawah Rp5 triliun cukup banyak pemainnya. Di kelas ini, ada 36
perusahaan pembiayaan yang meraih predikat “sangat bagus” dan 10 peraih
skor teratas adalah
1) Mandala Multifinance,
2) Nusa Surya Ciptadana,
3)
Karya Technik Multifinance,
4) Equity Finance Indonesia,
5) Century
Tokyo Leasing Indonesia,
6) BII Finance Center,
7) Batavia Prosperindo
Finance,
8) Intan Baruprana,
9) Mega Central Finance, dan
10) Bentara
Sinergies Multifinance.
Di bawahnya ada kategori perusahaan pembiayaan beraset Rp500 miliar
sampai dengan di bawah Rp1 triliun di mana ada 10 peraih predikat sangat
bagus sebagai berikut;
1) Mega Auto Finance,
2) Ciptadana Multifinance,
3) Swadharma Bhakti Sedaya Finance,
4) Bintang Mandiri Finance,
5)
Astra Multifinance,
6) Bima Multi Finance,
7) Reksa Finance,
8) Bringin
Srikandi Finance,
9) Swadharma Indotama Finance, dan
10) Dana Unico
Finance.
Mayoritas perusahaan multifinance berada di kategori perusahaan
beraset Rp100 miliar sampai dengan di bawah Rp500 miliar. Ada 26 peraih
predikat “sangat bagus” di kelas ini dimana 10 peraih skor tertingginya
adalah
1) Mega Finance,
2) Paramita Multifinance,
3)AB Sinar Mas
Multifinance,
4) Danareksa Finance,
5) Karunia Multifinance,
6) Usaha
Pembiayaan Reliance Indonesia,
7) PPA Finance,
8) Danpac Finance,
9)
Otomas Multifinance, dan
10) Arjuna Finance.
Di kelas terbawah adalah kategori perusahaan pembiayaan beraset di
bawah Rp100 miliar. Ada 13 perusahaan di papan bawah ini yang berhasil
survive
di tengah himpitan kesulitan dan berhasil mencetak kinerja “sangat
bagus” dan 10 peraih nilai teratas adalah
1) Panen Arta Indonesia
Multifinance,
2) Pratama Sedaya Finance,
3) Murni Upaya Raya Nilai Inti
Finance,
4) Daindo Internasional Finance,
5) Topas Multi Finance,
6)
Danasupra Erapacific,
7) Garishindo Buana Finance Indonesia,
8) Adhika
Primadhana Multifinance,
9) Rama Multi Finance, dan
10) Fortuna
Multifinance.
Perusahaan-perusahaan pembiayaan yang tahun lalu berhasil
survive
di tengah himpitan ruang pertumbuhan dan tekanan persaingan tahun ini
harus lebih bekerja keras. Menurut Eko B. Supriyanto,
perusahaan-perusahaan multifinance yang pada 2010 hingga 2012 agresif
memperluas jaringan ke luar Pulau Jawa dan menikmati pertumbuhan pasar
pembiayaan konsumen dan leasing seiring dengan kenaikan harga komoditas,
tahun lalu sudah merasakan musim paceklik. “Dan tahun 2015 masih
menjadi musim paceklik bagi perusahaan multifinance, terutama karena
melemahnya daya beli masyarakat,” jelasnya.
Menurut Eko B. Supriyanto, perusahaan-perusahaan multifinance tidak
perlu berkecil hati menghadapi musim paceklik tahun 2015. “Tahun ini
bukan hanya multifinance, karena semua sektor usaha juga mengalami
perlambatan, bahkan penurunan. Justru tahun ini harus dijadikan momentum
perusahaan pembiayaan untuk mempersiapkan diri baik dari sisi
infrastruktur, sumber daya manusia, tata kelola, manajemen risiko, dan
permodalan,” ujar Eko.
Bagi perusahaan yang sudah mempersiapkan diri tahun depan bisa
menggenjot pertumbuhan dengan memperluas usaha yang didorong oleh
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014.“Pembiayaan
kendaraan bermotor tidak lagi menjadi jalur basah bagi perusahaan
pembiayaan, tapi industri ini bisa menggarap pasar yang lebih beragam
melalui perluasan usaha karena secara regulasi sudah diperkenankan,”
pungkas Eko. (*)
*http://infobanknews.com